Sunday, September 18, 2005

STIKANLA-DS' One Week Demonstrations (Unpublished Story & Facts Within)

Dimulai pada hari Senin (12 September 2005) hingga hari Jumat (16 September 2005), mahasiswa/i STIKANLA Deli Serdang mengadakan aksi menginap di halaman kantor Pemkab Deli Serdang untuk menuntut hak mahasiswa dan pertanggungjawaban Pemkab Deli Serdang sebagai pemilik Sekolah Tinggi Ilmu Perikanan dan Kelautan Deli Serdang. Berikut adalah rangkaian peristiwa (kronologis) aksi mahasiswa/i STIKANLA-DS.



  • Senin 12 September 2005


Mahasiswa/i STIKANLA-DS (kami) mulai bergerak dari kampus pada pukul 10.00
BBWI dengan membawa perbekalan sendiri dan perangkat aksi (spanduk, keranda
berkepala babi, dsb). Sesuai dengan rapat manajemen aksi, mahasiswa/i bergerak
dari kampus ke perempatan Timbangan lalu ke perkantoran Pemkab. Arak-arakan ini
membuat kemacetan lalu lintas yang sangat panjang. Setelah tiba di depan kantor
Bupati, gerbang ditutup oleh Satpol PP dan Polisi. Kami mengancam akan memblokir
jalan raya bila tidak diberi masuk. Sekitar tengah hari kami (mahasiswa &
orangtua yang lalu bergabung) diberi masuk dan lalu berorasi di depan kantor
Bupati. Ele yang sebelumnya ditunjuk sebagai orator juga ikut berorasi meskipun
tidak lama. Kami lalu mencoba untuk bertemu bupati dengan mencoba mendobrak
pintu, namun gagal. Selanjutnya Bupati Amri Tambunan menyuruh Kadis Perikanan,
Kadis Kimbangwil dan beberapa petinggi untuk menemui kami di Aula Cendana, namun
bupati menolak ikut dalam pertemuan. Kami lalu walk-out dari aula karena kami
semua ingin bertemu bupati secara langsung. Bupati melalui asistennya menawarkan
pertemuan dengan delegasi kami siang itu namun kami menolak karena kami telah
bersepakat untuk bertemu bupati dengan keseluruhan mahasiswa dan orangtua.
Bupati menarik tawarannya dan kamipun mendirikan tenda untuk menginap sampai
bupati mau turun untuk memecahkan masalah kampus ini dan bertanggungjawab
atasnya. Sore hari kami berjumpa dengan Wakil Bupati Deli Serdang (alm) Yusuf
Sembiring dan beliau mengatakan bahwa aspirasi kami dari demo sebelumnya
(15/8/05) belum disampaikannya ke bupati karena ia & bupati terlibat
perselisihan. Perjumpaan ini disalahartikan jajaran Pemkab, mereka menganggap
bahwa kami ditunggangi (alm) Yusuf Sembiring untuk menggulingkan bupati. Malam
itu beberapa dari kami menemui bupati hanya untuk mengklarifikasikan bahwa kami
tidak ditunggangi oleh siapapun, dan kami malam itu tidak menemui bupati untuk
membicarakan hal lain. Kamipun menginap di halaman kantor Pemkab.




  • Selasa, 13 September 2005


Kami memulai hari kami dengan mengadakan upacara pada pukul 9 dan melakukan
briefing setelahnya. Kami lalu meminta bupati untuk keluar dan bila tidak keluar
kami akan mengarak keranda babi dan menganggu aktivitas kerja para PNS di
perkantoran Pemkab. Bupati tidak kunjung keluar karena ia berprinsip bahwa ia
seorang birokrat sejati dan tidak mau menemui mahasiswa yang masih berdiri
sebagai seorang demonstran, sungguh arogan! Kami lalu melakukan karnaval keranda
babi yang telah ditetapkan. Setelah itu kami bergerak menuju Gedung DPRD yang
letaknya tidak jauh dari Kantor Bupati. Disana kami kembali berorasi dan
diterima oleh Wakil Ketua DPRD dan dua anggotanya. Kami mendesak DPRD-DS untk
mempertemukan bupati dengan mahasiswa & orangtua. Anggota2 DPRD itu bersedia
dan selanjutnya kami dan anggota2 dewan berjalan bersama menuju kantor bupati.
Setiba di kantor bupati, ketiga anggota dewan langsung masuk ke dalam tanpa
disertai oleh mahasiswa. Muncul keganjilan dimana anggota2 dewan itu tidak
keluar, lalu kami mencari-cari mereka dan tidak menemukannya di ruang apapun.
Lebih kurang 2 jam mereka tiba-tiba keluar dan menyatkan bahwa bupati bersedia
menemui kami bila kami mengikuti prosedurnya, yaitu melayangkan surat audiensi.
Kamipun menyetujuinya dan akan mengantarkan surat tersebut keesokan hari. Aksi
menginap berlanjut, tetapi dikarenakan hujan kami lalu tidur di teras kantor
bupati.



  • Rabu, 14 September 2005


Pagi hari kami diminta untuk angkat kaki dari teras kantor bupati oleh
jajaran Pemkab. Kami bersedia asalkan perangkat2 aksi kami -termasuk keranda
babi- tetap ada di teras, merekapun menyanggupinya. Bupati lalu tiba dan marah
begitu melihat keranda babi ada di teras, dia merasa malu bila keranda tsb
dilihat oleh anggota Muspida yang akan mengadakan pertemuan siang itu di kantor
bupati. Polisi Pamong Praja menurunkan keranda itu dan kami menaikkannya kembali
ke teras sesuai dengan kesepakatan pagi tadi. Namun kami dihadang aparat Polres
Deli Sedang, kamipun mengurungkan niat itu. Siang itu kami mengantarkan surat
audiensi kepada bupati melalui Asisten II (Aman) dan Sekdakab (Zaili), namun tak
satupun bersedia karena bupati sedang marah besar kepada mereka perihal keranda
babi pagi tadi. kami sangat kecewa, lalu kami berorasi meminta agar bupati
menerima surat audiensi kami. Bupati tidak kunjung keluar meskipun kami sudah
bersabar dan memberi ultimatum waktu. Kami sangat frustrasi dan merasa tertekan
dalam situasi ini. Beberapa mahasiswa menangis dan seorang mahasiswi jurusan
Budidaya Perairan, Yuni, pingsan karena sikap arogan Bupati Deli Serdang, dia
lalu dibawa ke rumah sakit oleh aparat. Kami lalu berjalan menuju Jalinsum
(Jalan Raya Lintas Sumatera) untuk memblokir jalan karena bupati tetap tidak
bersedia menerima surat audiensi. jalanan sempat macet selama 5 menit. Polres
Deli Sedang lalu memerintahkan kami untuk menghentikan aksi ini. Seorang
teman, Fery, ditangkap dan dinaikkan ke dalam truk polisi. Kami lalu secara
sukarela menaiki truk itu sebagai bentuk solidaritas. Tangis dan histeria kami
semakin kuat di dalam truk yang mengangkut kami ke kantor Polres Deli Serdang.
Kami tidak pernah menyangka akan dibawa ke kantor polisi karena sikap arogan
bupati ini. Untungnya kami diperlakukan baik oleh polisi. Korban yang jatuh
tidak melemahkan kami, melainkan semakin menguatkan kami. Siang itu juga kami
diantar kembali ke Kantor Bupati oleh polisi. Sorenya kami melakukan briefing
internal dan berencana untuk melakukan konferensi pers di Medan.




  • Kamis, 15 September 2005


Pagi itu kami mendengar kabar bahwa bupati tidak masuk kantor (beliau berada
di Sibolangit untuk tugas dinas), jadi kami tidak melakukan aksi apapun hari itu
selain konferensi pers di Medan. Menjelang sore beberapa mahasiswa berangkat ke
Padang Bulan, Medan, untuk melakukan PressCon di depan wartawan2 dari media
cetak & elektronik (radio). Sebenarnya ada niat untuk mengakhiri aksi
menginap (karena kondisi fisik & psikologis kami yang melemah dan karena
adanya isu yang berkembang bahwa kami -demonstran STIKANLA & segenap front
yang ada- akan diserang
oleh kelompok keras yang menggeser fokus kami ke isu SARA -keranda berkepala
babi-, tetapi kemudian keranda itu kami bakar), namun kami tetap bersemangat
untuk menginap hingga Bupati mau turun menemui kami. Tengah malam kami kembali
melakukan briefing sekaligus mendengarkan PressCon sore tadi di Medan, serangan
itu tidak terjadi.



  • Jumat, 16 September 2005


Sekitar pukul 9 BBWI kami mengadakan briefing dengan orangtua di dalam tenda.
Dari situ kami memutuskan untuk bergerak ke DPRD-DS untuk meminta DPRD
menjembatani pertemuan antara bupati dengan mahasiswa & orangtua. Kami
kembali berorasi & menyanyikan lagu2 gerakan kami. Beberapa orangtua juga
ikut berorasi & airmata kembali jatuh. Pihak kepolisian mulai panik ketika
tak satupun anggota dewan bersedia keluar. Aparat keamanan tidak ingin kami
menjadi anarkis sehingga mereka mendesak anggota2 dewan untuk keluar menemui
kami. Sialnya anggota2 dewan yang keluar sama sekali tidak mengerti kasus kami
& jawaban mereka ngalur ngidul! Untunglah Tuhan buat jalan. Seorang polisi
-yang juga tdk tahu menahu kasus kami- lalu menyatakan bahwa pihak kepolisian
akan mempertemukan kami dengan bupati. Dia lalu meminta Polisi B. Siringo Ringo
untuk mempertemukan kami dgn bupati. Bapak Ringo Ringo tahu kalau ini sudah
menyalahi prosedur, namun dia menyanggupinya dengan mempertaruhkan jabatannya
demi pertemuan itu (bahwa mahasiswa tidak akan anarkis). Setelah sholat Jumat
kami berjalan bersama ke kantor bupati. Semua pintu gerbang terkunci & kami
digiring ke gerbang belakang. Untungnya emosi kami tidak terpancing, karena ini
hanya cara bupati melihat sikap kami. Melihat kami yang tetap tenang, buapti
bersedia untuk menerima delegasi mahasiswa yang mengantarkan surat audiensi. Di
ruangan itu bupati menerima dengan baik delegasi kami di hadapan Kejari, Dandim,
beberapa petinggi lain, dan sejumlah wartawan. Singkat cerita, bupati bersedia
untuk datang ke kampus pada hari Senin, 19 Sptember 2005, untuk membicarakan
& mencari solusi terbak untuk kampus dan masa depan STIKANLA Deli Serdang.
Kamipun pulang ke rumah masing-masing sore itu.


Specials:





  • Terima kasih untuk Tuhan yg telah berjalan di depan kami
    sebagai batu penjuru penyerta kami & sumber berkat kami. Engkaulah ya
    Tuhan yang telah menggunakan orang2 yang tidak percaya kepadaMu untuk
    menolong kami.



  • Terima kasih untuk orangtua kami yg telah mendukung kami
    dalam moral dan dana.



  • Terima kasih untuk Formadas (Bang: Juson, Donny
    "Ello", Jack, Saddat "Pak Tias", Andy, Titink
    "Esty's Idol", Ferdinand, dan yang lain), Garam-DS (Bang: Nugroho, Ojud,
    Wendy), Pema USU (Bang Anwar "Gie" Saddat) dan seluruh mahasiswa
    yang tidak dapat dituliskan namanya disini yang telah
    meninggalkan sementara kuliahnya untuk membantu, mendampingi, &
    mengadvokasi kami, mahasiswa/i STIKANLA-DS selama aksi pertama (15 Agustus),
    aksi kedua (23 Agustus), aksi ketiga (12-16 September), dan selama
    pendidikan politik.



  • Terima kasih untuk bapak-bapak polisi dari Polres Deli
    Serdang yang telah mempertaruhkan jabatannya untuk mempertemukan kami dengan
    bupati dan telah memperlakukan kami dengan baik (Pak Ringo Ringo, Pak Hasan
    Basri, Agusta dkk).



  • Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu dan
    mengangkat kami (rekan mahasiswa dan pers: Harian Bersama, Gaya Medan, dll).



  • Mahasiswa/i STIKANLA-DS mengucapkan turut berdukacita tas
    wafatnya mendiang Yusuf Sembiring (Bapak Wakil Bupati Deli Serdang) pada
    hari Sabtu 17 September 2005. Kami berharap keluarga yg ditinggalkan tetap
    dikuatkan Tuhan dan diberi penghiburan sejati dariNya.



  • Only Joke (oleh seorang demonstran): STIKANLA-DS hanya punya dua
    jurusan, yaitu Jurusan Santet dan Jurusan Pelet Memelet. Jurusan Santet
    selalu menjadi jurusan favorit karena dari dua kali berdemo di kantor
    pemerintahan ada saja pejabat yang meninggal dunia. Demo ke Gubernuran Sumut
    (23 Agustus) Gubsu lalu meninggal (5 September, kecelakaan Pesawat Mandala),
    demo ke Pemkab Deli Serdang (12-16 September) Wakil Bupati Deli Serdang yang
    meninggal (17 September). Heran atau hebat ya? (Hanya lelucon, jangan
    ditanggapi serius. He he he...)


1 comment:

SEKJEN PENA 98 said...

Memang banyak yang pergi
Tidak sedikit yang lari
Sebagian memilih diam bersembuyi
Tapi… Perubahan adalah kepastian
dan untuk itulah kami bertahan
Sebab kami tak lagi punya pilihan
Selain terus melawan sampai keadilan ditegakan!

Kawan… kami masih ada
Masih bergerak
Terus melawan!
www.pena-98.com
www.adiannapitupulu.blogspot.com